Pengertian Otonomi Daerah
Otonomi
Daerah adalah penyerahan kewenangan dari pemerintah pusat kepada pemerintah
daerah untuk mengurusi urusan rumah tangganya sendiri berdasarkan prakarsa dan
aspirasi dari rakyatnya dalam kerangka negara kesatuan Republik IndonesiaDari
pengertian tersebut di atas maka akan tampak bahwa daerah diberi hak otonom
oleh pemerintah pusat untuk mengatur dan mengurus kepentingan sendiri.
Implementasi
otonomi daerah telah memasuki era baru setelah pemerintah dan DPR sepakat untuk
mengesahkan UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU Nomor 33
Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah.
Kedua UU otonomi daerah ini merupakan revisi terhadap UU Nomor 22 dan Nomor 25
Tahun 1999 sehingga kedua UU tersebut kini tidak berlaku lagi.
Sejalan
dengan diberlakukannya undang-undang otonomi tersebut memberikan kewenangan
penyelenggaraan pemerintah daerah yang lebih luas, nyata dan bertanggung jawab.
Adanya perimbangan tugas fungsi dan peran antara pemerintah pusat dan
pemerintah daerah tersebut menyebabkan masing-masing daerah harus memiliki
penghasilan yang cukup, daerah harus memiliki sumber pembiayaan yang memadai
untuk memikul tanggung jawab penyelenggaraan pemerintahan daerah. Hal ini akan
meningkatkan relevansi antara pelayanan umum dengan kebutuhan dan kondisi
masyarakat lokal, sekaligus tetap mengejar tujuan yang ingin dicapai oleh
pemerintah ditingkat daerah dan nasional, dari segi sosial dan ekonomi. Dengan
demikian diharapkan masing-masing daerah akan dapat lebih maju, mandiri,
sejahtera dan kompetitif di dalam pelaksanaan pemerintahan maupun pembangunan
daerahnya masing-masing.
Memang
harapan dan kenyataan tidak lah akan selalu sejalan. Tujuan atau harapan tentu
akan berakhir baik bila pelaksanaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan juga
berjalan baik. Namun ketidaktercapaian harapan itu nampak nya mulai terlihat
dalam otonomi daerah yang ada di Indonesia. Masih banyak permasalahan yang
mengiringi berjalannya otonomi daerah di Indonesia. Permasalahan-permasalahan
itu tentu harus dicari penyelesaiannya agar tujuan awal dari otonomi daerah
dapat tercapai.
Permasalahan
Dalam Otonomi Daerah Di Indonesia
Sejak
diberlakukannya paket UU mengenai Otonomi Daerah, banyak orang sering
membicarakan aspek positifnya. Memang tidak disangkal lagi, bahwa otonomi
daerah membawa perubahan positif di daerah dalam hal kewenangan daerah untuk
mengatur diri sendiri. Kewenangan ini menjadi sebuah impian karena sistem
pemerintahan yang sentralistik cenderung menempatkan daerah sebagai pelaku
pembangunan yang tidak begitu penting atau pinggiran. Pada masa lalu,
pengerukan potensi daerah ke pusat terus dilakukan dengan dalih pemerataan
pembangunan. Alih-alih mendapatkan manfaat dari pembangunan, daerah justru
mengalami proses pemiskinan yang luar biasa. Dengan kewenangan tersebut
tampaknya banyak daerah yang optimis bakal bisa mengubah keadaan yang tidak
menguntungkan tersebut.
Akan
tetapi apakah di tengah-tengah optimisme itu tidak terbersit kekhawatiran bahwa
otonomi daerah juga akan menimbulkan beberapa persoalan yang, jika tidak segera
dicari pemecahannya, akan menyulitkan upaya daerah untuk memajukan rakyatnya?
Jika jawabannya tidak, tentu akan sangat naif. Mengapa? Karena, tanpa
disadari, beberapa dampak yang tidak menguntungkan bagi pelaksanaan otonomi
daerah telah terjadi. Ada beberapa permasalahan yang dikhawatirkan bila
dibiarkan berkepanjangan akan berdampak sangat buruk pada susunan
ketatanegaraan Indonesia.
Masalah-masalah
tersebut antara lain :
- Adanya eksploitasi Pendapatan Daerah
- Pemahaman terhadap konsep desentralisasi dan otonomi daerah yang belum mantap
- Penyediaan aturan pelaksanaan otonomi daerah yang belum memadai
- Kondisi SDM aparatur pemerintahan yang belum menunjang sepenuhnya pelaksanaan otonomi daerah
- Korupsi di Daerah
- Adanya potensi munculnya konflik antar daerah
Penyelesaian permasalahan otonomi daerah di Indonesia
Pada
intinya, masalah – masalah tersebut seterusnya akan menjadi persoalan
tersendiri, terlepas dari keberhasilan implementasi otonomi daerah. Pilihan
kebijakan yang tidak populer melalui intensifikasi pajak dan perilaku koruptif
pejabat daerah sebenarnya sudah ada sejak lama dan akan terus berlangsung. Jika
kini keduanya baru muncul dipermukaan sekarang, tidak lain karena momentum
otonomi daerah memang memungkinkan untuk itu. Otonomi telah menciptakan
kesempatan untuk mengeksploitasi potensi daerah dan sekaligus memberi peluang
bagi para pahlawan baru menganggap dirinya telah berjasa di era reformasi untuk
bertindak semau gue.
Untuk
menyiasati beratnya beban anggaran, pemerintah daerah semestinya bisa menempuh
jalan alternatif, selain intensifikasi pungutan yang cenderung membebani rakyat
dan menjadi disinsentif bagi perekonomian daerah, yaitu (1) efisiensi anggaran,
dan (2) revitalisasi perusahaan daerah. Saya sepenuhnya yakin bahwa banyak
pemerintah daerah mengetahui alternatif ini. Akan tetapi, jika keduanya bukan
menjadi prioritas pilihan kebijakan maka pemerintah pasti punya alasan lain.
Dugaan saya adalah bahwa pemerintah daerah itu malas! Pemerintah tidak
mempunyai keinginan kuat (strong will) untuk melakukan efisiensi
anggaran karena upaya ini tidak gampang. Di samping itu, ada keengganan (inertia)
untuk berubah dari perilaku boros menjadi hemat.
Upaya
revitalisasi perusahaan daerah pun kurang mendapatkan porsi yang memadai karena
kurangnya sifat kewirausahaan pemerintah. Sudah menjadi hakekatnya bahwa
pemerintah cenderung melakukan kegiatan atas dasar kekuatan paksa hukum, dan
tidak berdasarkan prinsip-prinsip pasar, sehingga ketika dihadapkan pada
situasi yang bermuatan bisnis, pemerintah tidak bisa menjalankannya dengan
baik. Salah satu cara untuk mengatasi hal ini pemerintah daerah bisa menempuh
jalan dengan menyerahkan pengelolaan perusahaan daerah kepada swasta melalui
privatisasi.
Dalam
kaitannya dengan persoalan korupsi, keterlibatan masyarakat dalam pengawasan
terhadap pemerintah daerah juga perlu diupayakan. Saya punya hipotesis bahwa
pemerintah daerah atau pejabat publik lainnya, termasuk legislatif, pada
dasarnya kurang bisa dipercaya, lebih-lebih untuk urusan yang berkaitan dengan
pengelolaan keuangan daerah. Tidak pernah sekalipun terdengar ada institusi
pemerintahan, termasuk di daerah yang terbebas dari penyalahgunaan uang rakyat.
Masyarakat harus turut aktif dalam menangkal perilaku korupsi di kalangan
pejabat publik, yang jumlahnya hanya segelintir dibandingkan dengan jumlah
rakyat pembayar pajak yang diwakilinya. Rakyat boleh menarik mandat jika wakil
rakyat justru bertindak bertentangan dengan prinsip-prinsip hukum dan
mengkhianati nurani keadilan masyarakat. Begitu juga, akhirnya seorang kepala
daerah atau pejabat publik lain bisa diminta turun jika dalam melaksanakan
tugasnya terbukti melakukan pelanggaran serius, yaitu korupsi dan menerima suap
atawa hibah dalam kaitan jabatan yang dipangkunya.
Pemeritah
juga seharusnya merevisi UU yang dipandang dapat menimbulkan masalah baru. Jika
pemerintah dan masyarakat bersinergi mengatasi masalah tersebut. Pasti
kesejahteraan masyarakat segera terwujud.
- Membuat masterplan pembangunan nasional untuk membuat sinergi Pembangunan di daerah. Agar menjadi landasan pembangunan di daerah dan membuat pemerataan pembangunan antar daerah.
- Memperkuat peranan daerah untuk meningkatkan rasa nasionalisme dengan mengadakan kegiatan menanaman nasionalisme seperti kewajiban mengibarkan bendera merah putih.
- Melakukan pembatasan anggaran kampanye karena menurut penelitian korupsi yang dilakukan kepala daerah akibat pemilihan umum berbiaya tinggi membuat kepala daerah melakukan korupsi.
- Melakukan pengawasan Perda agar sinergi dan tidak menyimpang dengan peraturan diatasnya yang lebih tinggi.
- Melarang anggota keluarga kepala daerah untuk maju dalam pemilihan daerah untuk mencegah pembentukan dinasti politik.
- Meningkatkan kontrol terhadap pembangunan di daerah dengan memilih mendagri yang berkapabilitas untuk mengawasi pembangunan di daerah.
- Melaksanakan Good Governence dengan memangkas birokrasi (reformasi birokrasi), mengadakan pelayanan satu pintu untuk masyarakat. Melakukan efisiensi anggaran.
- Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah dari sektor SDA dan Pajak serta mencari dari sektor lain seperti jasa dan pariwisata digunakan untuk kesejahteraan masyarakat.
Opini: Pihak-pihak yang
berkepentingan dalam pelaksanaan Otonomi Daerah sebaiknya membuang jauh-jauh
egonya untuk kepentingan pribadi ataupun kepentingan kelompoknya dan lebih
mengedepankan kepentingan masyarakat. Pihak-pihak tersebut seharusnya tidak
bertindak egois dan melaksanakan fungsi serta kewajibannya dengan baik.
Sumber: http://www.scribd.com/doc/26705964/Otonomi-daerah
Sumber: http://www.scribd.com/doc/26705964/Otonomi-daerah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar