Minggu, 17 Juni 2012


            Pengertian Otonomi Daerah

Otonomi Daerah adalah penyerahan kewenangan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk mengurusi urusan rumah tangganya sendiri berdasarkan prakarsa dan aspirasi dari rakyatnya dalam kerangka negara kesatuan Republik IndonesiaDari pengertian tersebut di atas maka akan tampak bahwa daerah diberi hak otonom oleh pemerintah pusat untuk mengatur dan mengurus kepentingan sendiri.
Implementasi otonomi daerah telah memasuki era baru setelah pemerintah dan DPR sepakat untuk mengesahkan UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Kedua UU otonomi daerah ini merupakan revisi terhadap UU Nomor 22 dan Nomor 25 Tahun 1999 sehingga kedua UU tersebut kini tidak berlaku lagi.
Sejalan dengan diberlakukannya undang-undang otonomi tersebut memberikan kewenangan penyelenggaraan pemerintah daerah yang lebih luas, nyata dan bertanggung jawab. Adanya perimbangan tugas fungsi dan peran antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah tersebut menyebabkan masing-masing daerah harus memiliki penghasilan yang cukup, daerah harus memiliki sumber pembiayaan yang memadai untuk memikul tanggung jawab penyelenggaraan pemerintahan daerah. Hal ini akan meningkatkan relevansi antara pelayanan umum dengan kebutuhan dan kondisi masyarakat lokal, sekaligus tetap mengejar tujuan yang ingin dicapai oleh pemerintah ditingkat daerah dan nasional, dari segi sosial dan ekonomi. Dengan demikian diharapkan masing-masing daerah akan dapat lebih maju, mandiri, sejahtera dan kompetitif di dalam pelaksanaan pemerintahan maupun pembangunan daerahnya masing-masing.
Memang harapan dan kenyataan tidak lah akan selalu sejalan. Tujuan atau harapan tentu akan berakhir baik bila pelaksanaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan juga berjalan baik. Namun ketidaktercapaian harapan itu nampak nya mulai terlihat dalam otonomi daerah yang ada di Indonesia. Masih banyak permasalahan yang mengiringi berjalannya otonomi daerah di Indonesia. Permasalahan-permasalahan itu tentu harus dicari penyelesaiannya agar tujuan awal dari otonomi daerah dapat tercapai.
  
Permasalahan Dalam Otonomi Daerah Di Indonesia
Sejak diberlakukannya paket UU mengenai Otonomi Daerah, banyak orang sering membicarakan aspek positifnya. Memang tidak disangkal lagi, bahwa otonomi daerah membawa perubahan positif di daerah dalam hal kewenangan daerah untuk mengatur diri sendiri. Kewenangan ini menjadi sebuah impian karena sistem pemerintahan yang sentralistik cenderung menempatkan daerah sebagai pelaku pembangunan yang tidak begitu penting atau pinggiran. Pada masa lalu, pengerukan potensi daerah ke pusat terus dilakukan dengan dalih pemerataan pembangunan. Alih-alih mendapatkan manfaat dari pembangunan, daerah justru mengalami proses pemiskinan yang luar biasa. Dengan kewenangan tersebut tampaknya banyak daerah yang optimis bakal bisa mengubah keadaan yang tidak menguntungkan tersebut.
Akan tetapi apakah di tengah-tengah optimisme itu tidak terbersit kekhawatiran bahwa otonomi daerah juga akan menimbulkan beberapa persoalan yang, jika tidak segera dicari pemecahannya, akan menyulitkan upaya daerah untuk memajukan rakyatnya? Jika jawabannya tidak, tentu akan sangat naif. Mengapa? Karena, tanpa disadari, beberapa dampak yang tidak menguntungkan bagi pelaksanaan otonomi daerah telah terjadi. Ada beberapa permasalahan yang dikhawatirkan bila dibiarkan berkepanjangan akan berdampak sangat buruk pada susunan ketatanegaraan Indonesia.
Masalah-masalah tersebut antara lain :
  1. Adanya eksploitasi Pendapatan Daerah 
  2.  Pemahaman terhadap konsep desentralisasi dan otonomi daerah yang belum mantap
  3.  Penyediaan aturan pelaksanaan otonomi daerah yang belum memadai 
  4.  Kondisi SDM aparatur pemerintahan yang belum menunjang sepenuhnya pelaksanaan otonomi daerah
  5.  Korupsi di Daerah
  6.  Adanya potensi munculnya konflik antar daerah
            Penyelesaian permasalahan otonomi daerah di Indonesia
Pada intinya, masalah – masalah tersebut seterusnya akan menjadi persoalan tersendiri, terlepas dari keberhasilan implementasi otonomi daerah. Pilihan kebijakan yang tidak populer melalui intensifikasi pajak dan perilaku koruptif pejabat daerah sebenarnya sudah ada sejak lama dan akan terus berlangsung. Jika kini keduanya baru muncul dipermukaan sekarang, tidak lain karena momentum otonomi daerah memang memungkinkan untuk itu. Otonomi telah menciptakan kesempatan untuk mengeksploitasi potensi daerah dan sekaligus memberi peluang bagi para pahlawan baru menganggap dirinya telah berjasa di era reformasi untuk bertindak semau gue.
Untuk menyiasati beratnya beban anggaran, pemerintah daerah semestinya bisa menempuh jalan alternatif, selain intensifikasi pungutan yang cenderung membebani rakyat dan menjadi disinsentif bagi perekonomian daerah, yaitu (1) efisiensi anggaran, dan (2) revitalisasi perusahaan daerah. Saya sepenuhnya yakin bahwa banyak pemerintah daerah mengetahui alternatif ini. Akan tetapi, jika keduanya bukan menjadi prioritas pilihan kebijakan maka pemerintah pasti punya alasan lain. Dugaan saya adalah bahwa pemerintah daerah itu malas! Pemerintah tidak mempunyai keinginan kuat (strong will) untuk melakukan efisiensi anggaran karena upaya ini tidak gampang. Di samping itu, ada keengganan (inertia) untuk berubah dari perilaku boros menjadi hemat.
Upaya revitalisasi perusahaan daerah pun kurang mendapatkan porsi yang memadai karena kurangnya sifat kewirausahaan pemerintah. Sudah menjadi hakekatnya bahwa pemerintah cenderung melakukan kegiatan atas dasar kekuatan paksa hukum, dan tidak berdasarkan prinsip-prinsip pasar, sehingga ketika dihadapkan pada situasi yang bermuatan bisnis, pemerintah tidak bisa menjalankannya dengan baik. Salah satu cara untuk mengatasi hal ini pemerintah daerah bisa menempuh jalan dengan menyerahkan pengelolaan perusahaan daerah kepada swasta melalui privatisasi.
Dalam kaitannya dengan persoalan korupsi, keterlibatan masyarakat dalam pengawasan terhadap pemerintah daerah juga perlu diupayakan. Saya punya hipotesis bahwa pemerintah daerah atau pejabat publik lainnya, termasuk legislatif, pada dasarnya kurang bisa dipercaya, lebih-lebih untuk urusan yang berkaitan dengan pengelolaan keuangan daerah. Tidak pernah sekalipun terdengar ada institusi pemerintahan, termasuk di daerah yang terbebas dari penyalahgunaan uang rakyat. Masyarakat harus turut aktif dalam menangkal perilaku korupsi di kalangan pejabat publik, yang jumlahnya hanya segelintir dibandingkan dengan jumlah rakyat pembayar pajak yang diwakilinya. Rakyat boleh menarik mandat jika wakil rakyat justru bertindak bertentangan dengan prinsip-prinsip hukum dan mengkhianati nurani keadilan masyarakat. Begitu juga, akhirnya seorang kepala daerah atau pejabat publik lain bisa diminta turun jika dalam melaksanakan tugasnya terbukti melakukan pelanggaran serius, yaitu korupsi dan menerima suap atawa hibah dalam kaitan jabatan yang dipangkunya.
            Pemeritah juga seharusnya merevisi UU yang dipandang dapat menimbulkan masalah baru. Jika pemerintah dan masyarakat bersinergi mengatasi masalah tersebut. Pasti kesejahteraan masyarakat segera terwujud.
  1. Membuat masterplan pembangunan nasional untuk membuat sinergi Pembangunan di daerah. Agar menjadi landasan pembangunan di daerah dan membuat pemerataan pembangunan antar daerah.
  2. Memperkuat peranan daerah untuk meningkatkan rasa nasionalisme dengan mengadakan kegiatan menanaman nasionalisme seperti kewajiban mengibarkan bendera merah putih.
  3.  Melakukan pembatasan anggaran kampanye karena menurut penelitian korupsi yang dilakukan kepala daerah akibat pemilihan umum berbiaya tinggi membuat kepala daerah melakukan korupsi.
  4.  Melakukan pengawasan Perda agar sinergi dan tidak menyimpang dengan peraturan diatasnya yang lebih tinggi.
  5. Melarang anggota keluarga kepala daerah untuk maju dalam pemilihan daerah untuk mencegah pembentukan dinasti politik.
  6. Meningkatkan kontrol terhadap pembangunan di daerah dengan memilih mendagri yang berkapabilitas untuk mengawasi pembangunan di daerah.
  7. Melaksanakan Good Governence dengan memangkas birokrasi (reformasi birokrasi), mengadakan pelayanan satu pintu untuk masyarakat. Melakukan efisiensi anggaran.
  8. Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah dari sektor SDA dan Pajak serta mencari dari sektor lain seperti jasa dan pariwisata digunakan untuk kesejahteraan masyarakat.

Opini: Pihak-pihak yang berkepentingan dalam pelaksanaan Otonomi Daerah sebaiknya membuang jauh-jauh egonya untuk kepentingan pribadi ataupun kepentingan kelompoknya dan lebih mengedepankan kepentingan masyarakat. Pihak-pihak tersebut seharusnya tidak bertindak egois dan melaksanakan fungsi serta kewajibannya dengan baik.

Sumber: http://www.scribd.com/doc/26705964/Otonomi-daerah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar